Perubahan lingkungan bisnis dapat mempengaruhi struktur biaya dari sebuah perusahaan, tergantung dari jenis barang atau sektor usahanya. Apa tanggapan atau opini Anda terhadap dampak musibah pandemi Covid-19 terhadap sektor manufaktur di Indonesia? (UTS Analisis dan Estimasi Biaya)
Covid-19 (Coronavirus disease 2019) yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, China pada bulan Desember 2019, menyebar secara masif ke seluruh dunia dan menjadi pandemi global hingga saat ini, tak terkecuali Indonesia sebagai satu negara yang terjangkit Covid-19. Pemerintah Indonesia mengkonfirmasi kasus infeksi pertama Covid-19 pada bulan Maret 2020. Berbagai sektor kehidupan nasional terdampak dengan munculnya virus ini dan meskipun terkesan agak terlambat dan ragu-ragu dalam rangka antisipasi awal, namun pemerintah tetap harus mengambil berbagai langkah penanggulangan (yang tengah diuji efektivitasnya hingga saat ini) guna meredam dampak yang lebih serius.
Biro Pusat Statistik mengeluarkan sebuah laporan yang menyebutkan bahwa pada awal penyebaran Covid-19 pada kuartal pertama tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada angka 2,97 persen. Angka ini jauh terkoreksi bila dibandingkan dengan tahun 2019 pada kuartal yang sama sebesar 5,02 persen, bahkan pada kuartal kedua tahun 2020 menjadi minus 5,32 persen dan kuartal ketiga sebesar minus 3,49 persen (year on year/yoy). Kementerian keuangan memproyeksikan angka pertumbuhan ekonomi hanya berkisar antara minus 1,7 persen hingga 0,6 persen saja pada tahun 2020. Dengan melemahnya angka pertumbuhan ekonomi nasional ini, turut pula berdampak pada industri manufaktur di Indonesia.
Kinerja industri manufaktur nasional mulai mengalami penurunan secara signifikan pada bulan Maret 2020, yang ditandai dengan melemahnya angka Manufacturing PMI (Purchasing Managers’ Index) pada sektor manufaktur dari level 51,9 pada bulan Februari 2020 menjadi 45,3 pada bulan Maret 2020 dan terjun bebas ke level terendah menjadi 27,5 pada bulan April 2020. (angka di bawah level 50 merupakan kontraksi pada aktivitas manufaktur). Hal ini diperkuat oleh pernyataan resmi pemerintah melalui kementerian perindustrian pada bulan April 2020 yang menyebutkan bahwa beberapa sektor industri manufaktur mengalami penurunan kapasitas produksi hingga 50 persen, terkecuali industri alat-alat kesehatan dan obat-obatan.
Indonesia Manufacturing PMI May-Oct 2020 Sumber: Trading Economics |
Manufacturing PMI (Purchasing Managers’ Index) mengukur kinerja sektor manufaktur berdasarkan lima indeks individu dengan bobot sebagai berikut: new orders (30 persen), output (25 persen), employment (20 persen), suppliers’ delivery times (15 persen) dan stock of items purchased (10 persen). Penurunan kapasitas produksi ini disebabkan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya penurunan angka permintaan sampai mengakibatkan penutupan pabrik-pabrik, perlambatan waktu pengiriman barang dari pemasok yang kemudian menekan rantai pasokan, sehingga mengakibatkan kendala cash flow yang mengakibatkan munculnya kebutuhan penambahan modal kerja.
Sektor manufaktur pada saat pandemi lalu mengalami keterpurukan, dikarenakan kepanikan yang timbul dimasyarakat dan pembatasan aktivitas yang membuat daya konsumsi publik sangat menurun drastis serta pada pandemi lalu masyarakat lebih memilih menyimpan uang meraka daripada digunakan untuk berbelanja. Dampak tersebut dirasakan dengan banyak properti yang mangkrak dan juga pembangunan lainnya, karena pada saat itu semua difokuskan pada sektor kesehatan agar bisa bangkit dan kembali pulih dan yang paling penting ekonomi NKRI dapat pulih kembali bahkan mengalami nilai positif.
Komentar
Posting Komentar